A Koala in Pilgrimage

  • Home
  • Kayla who?
  • Why Koala? What Pilgrim?
  • Pages
    • Flavors.me
    • About.me
    • Medium
Home Archive for 2017
Baru-baru ini saya ngulik lagi blog saya. Kalau kata orang-orang yang dulu nge-blog lalu tidak nge-blog lagi lalu nge-blog lagi, mereka akan bilang "blog ini udah usang banget!". Klasik, ya?

Saya paling banyak menulis di tahun 2013, waktu SMP. Dulu ceritanya kaget sastra. Banyak baca novel. Jadi ingin bisa nulis juga. Bisa lihat ke tulisan saya dulu. Haha! Banyak sekali kata-kata puitis. Pakai diksi yang susah-susah. Supaya keren. Saya bangga sekali dulu. Banyak dipuji. Dibilang calon sastrawan. Calon penulis besar. Makin tersipu. Lalu teman-teman ikut bikin blog. Lalu semua jadi suka menulis. Meski lagi-lagi, jadi usang. Ratusan pranala terpakai sia-sia. Sebab kini cuma jadi sampah internet. Tapi, tak apa! Apa yang ada di dunia maya ini tidak bisa diambil lagi. Biarlah semua jadi kenangan. Jadi bagian dari sejarah hidup masing-masing.

Tapi kalau saya sadari lagi, sebenarnya itu proses tumbuh. Semua akan selalu begitu. Kita akan berbangga pada proses kita, lalu melangkah jauh, lalu menoleh ke belakang. Ketika menoleh kita mungkin akan tertawa, sebagian akan terharu, sebagian akan menyesal, sebagian akan kesal. Semua punya reaksinya masing-masing. Tapi apa yang telah terjadi tidak bisa diputar lagi, tidak bisa dihapus, tidak bisa diubah. Akan terus ada di sana. Saya menyenangi membaca tulisan lama saya. Mengingatkan saya bahwa empat tahun telah berlalu. Kayla kecil sama sekali tidak tahu ia akan ada di mana. Tidak tahu bahwa jalan hidupnya amat menantang. Tapi dulu ia begitu optimis. Ia percaya. Ia menulis banyak hal, tidak peduli orang-orang yang lebih tua mungkin menertawakan tulisannya. Anggap waktu ini cuma ilusi, berarti saya juga menertawakan saya sendiri, di saat Kayla kecil begitu percaya diri. Lalu saya berpikir, segala kepercayaan itu telah membantu saya tumbuh.

Sama halnya seperti jam yang akan terus berputar, hidup juga begitu. Akan terus berjalan. Tidak bisa mundur. Kecuali baterainya habis. Kecuali nyawanya habis.Tapi kadang, di sela-sela kehidupan kita yang sibuk,berhentilah sebentar. Kadang kita perlu menarik napas. Kadang kita perlu diam sejenak, menoleh ke belakang. Jangan-jangan ada yang terlewat. Jangan-jangan ada yang terlupa. Atau sekedar mengingat seberapa jauh jalan yang sudah kita tempuh.

Di Kaliurang, lampu merah bisa sampai dua menit. Bisa untuk tarik napas sejenak dari hiruk-pikuk jalanan. Mungkin minta maaf sama ibu-ibu pengendara motor yang barusan kita maki. Atau sekedar matikan mesin sebentar. Barangkali cek bensin tinggal berapa, pikirkan di mana pom bensin terdekat, sebelum lampu hijau menyala lagi.

Jangan lupa berhenti sebentar. Ingat, lampu merah bukan untuk diterobos. Bisa bahaya. Berhentilah, sebentar saja.
Sedikit ringkasan: waktu berlalu amat cepat, dan kini saya telah berada di tempat lain. Bukan tempat lain secara fisik, tapi kini saya berada di arena lain. Duh, lagi-lagi bukan arena secara fisik! Tapi saya kini berada di keadaan yang sepenuhnya berbeda. Mari diringkas dengan cepat.


Pada 10 April saya ujian nasional. Tidak penting.


15 April, malam prom. Cukup penting. Cukup menyenangkan. Malam itu ada satu momen langka: saya suka melihat saya. Saya suka semua orang malam itu. Saya menyiapkan prom bersama Aya. Menyenangkan. 


24 April, saya terbang ke Jogja. Saya cuma belajar. Tidak punya banyak teman. Bahkan tidak ada. Tidak punya waktu. Tapi Denny berkenalan dengan saya. Bilang, selera musik saya bagus. Sama dengan dia (jadi sebenarnya dia memuji diri sendiri!). Lalu kita kenalan.


9 Mei, ulang tahun saya. Saya diberi versi asli karya Denny yang selalu saya puji. Katanya, hadiah. Terima kasih Denny! Kini ada di dinding kamar. Bakal terus ada.


16 Mei, SBMPTN. Ya, mencekam. Mengerikan. Pulang-pulang cuma bisa lemas. Mau gimana lagi? Matematika cuma jawab 3.


21 Mei, Ujian tulis UGM. Ya, mencekam. Mengerikan. Pulang-pulang cuma bisa lemas. Mau gimana lagi? Matematika cuma jawab 6. 


Lalu saya lupa semua tanggal, yang jelas saya terbang ke Jakarta untuk tes STAN, lalu tinggal di Bogor, lama sekali, sampai lebaran. Bertemu sahabat dan teman-teman lama. Tidak tahu masih sahabat atau bukan. Buat saya sih masih. Mungkin tidak lagi buat mereka. Tapi peduli setan. Bertemu mantan pacar juga, haha! Eh, dia bilang dia suka lagi sama saya. Ya, biasa saja. Wong saya tidak suka. Dulu padahal dia yang bilang putus--kata orang hidup itu roda. Tapi salah satu sahabat tidak setuju. Lha, tidak ada yang perlu disetujui atau ditidaksetujui. Kayak mau kawin saja. Biasa saja. 


Lalu tiba-tiba kangen Jogja.


Lalu, rentetan pengumuman. Hari pertama, diterima di Padjadjaran. Saya kira bakal kuliah di Jatinangor. Ah, setelah berpikir: tidak mau! Nanti jelek sendiri. Malu. Hari ketiga, diterima di STAN. Hari keempat, situs UGM ngadat. Biasa saja. Saya pikir tidak akan diterima. Jadi diam saja. Berusaha berkali-kali buka, tidak bisa juga. Ya, sudah. Jadi saya tidur. Baru buka hari kelima. Hore! Diterima juga!


Saya terbang ke Jogja. Ya, pilih UGM. Diomeli beberapa orang karena tidak pilih STAN. Dihujat beberapa orang, katanya saya merebut rezeki orang. Biasa saja. Tidak minta mereka bayar uang pendaftaran. Jadi saya cuma he-he, he-he. Semua jadi mudah kalau ditertawakan. Walau ditertawakan itu tidak enak. Aduh, ngablu. Balik lagi; saya terbang ke Jogja.


Satu bulan lebih di Jogja. Mumpung belum masuk, main-main terus. Banyak nongkrong. Banyak teman-teman baik. 


Dan di sinilah saya.


Terus apa?


Ya, tidak ada. Nanti lagi, ya, kita cerita-cerita. Ini saya tulis malam-malam, ngantuk. Yang jelas, sekarang saya sudah kuliah. Kuliah! Jadi anak Jogja. Jadi anak UGM. Jadi anak FISIPOL. Jadi anak HI. Asyik!



Sleman, 2 September 2017.
Subscribe to: Posts ( Atom )

About Me

 photo 1500559169952_1.jpg
A bookworm, a craver of warmth. A dreamer, a (little bit) chaser. Above all, a sleep lover.

Pages

  • Beranda
  • Why Koala? What Pilgrim?
  • Whose Blog Are You Looking At?
  • ►  2018 (1)
    • ►  July (1)
  • ▼  2017 (2)
    • ▼  September (2)
      • Lampu Merah
      • SUMMARY
  • ►  2016 (2)
    • ►  May (2)
  • ►  2015 (7)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2014 (3)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2013 (33)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (12)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  December (3)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (3)
  • ►  2011 (3)
    • ►  December (1)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
Powered by Blogger.

Blog Archive

  • ►  2018 (1)
    • ►  July (1)
  • ▼  2017 (2)
    • ▼  September (2)
      • Lampu Merah
      • SUMMARY
  • ►  2016 (2)
    • ►  May (2)
  • ►  2015 (7)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2014 (3)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2013 (33)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (12)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2012 (13)
    • ►  December (3)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (3)
  • ►  2011 (3)
    • ►  December (1)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
Copyright 2014 A Koala in Pilgrimage.
Designed by OddThemes